Ad Code

DomaiNesia

Basah Kuyup, Penuh Tawa! Cerita Seru di Balik Petualangan Field Trip Ulin Ka Kulon

Keseruan Field Trip Ulin Ka Kulon (sumber: Disparbud Bandung Barat)

Kalau biasanya orang-orang lebih familiar dengan wisata Bandung Barat bagian utara seperti Lembang, kali ini Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Kabupaten Bandung Barat mencoba menggeser pandangan lewat acara field trip seru bertajuk “Ulin Ka Kulon: Ngageowisata Yuk!” yang digelar pada 23 Oktober 2025. Acara ini bukan sekadar jalan-jalan biasa, tapi benar-benar sebuah petualangan seru yang membuka mata peserta tentang betapa eksotisnya wilayah “kulon” atau barat dari Bandung Barat.

Dari sekitar 3.000-an pendaftar, hanya 50 orang peserta yang beruntung bisa ikut. Dan saya salah satunya! Kami semua berkumpul di titik awal eks Giant Kota Baru Parahyangan Padalarang. Udara pagi terasa segar banget waktu itu, ditambah pemandangan barisan Land Rover klasik yang siap mengantar kami konvoi menuju destinasi pertama: Sanghyang Kenit.

Sanghyang Kenit: Jejak Citarum Purba yang Menakjubkan

Persiapan caving di Sanghyang Kenit
Begitu sampai di lokasi, rasa lelah perjalanan seolah langsung sirna. Suara gemericik air dan pemandangan bebatuan gradasi warna yang menakjubkan di sekitar sudah cukup jadi “welcome drink” alami. Di sini kami diajak melakukan susur goa (caving) sejauh 400 meter. Suasananya agak gelap, lembap, tapi justru itu yang bikin deg-degan sekaligus kagum. Di dalam goa, stalaktit dan stalakmit masih aktif dan meneteskan air — tanda kalau proses geologinya masih berjalan.

Yang bikin tambah menarik, pemandu lokal bercerita kalau kawasan ini dulunya merupakan bagian dari Citarum Purba. Jadi, bayangin aja, jutaan tahun lalu daerah ini masih berupa danau besar yang kemudian berubah bentuk karena pergerakan alam. Rasanya kayak lagi belajar geologi langsung di lapangan, tapi dibungkus dalam pengalaman wisata yang menyenangkan.

Keluar dari goa, kami lanjut seru-seruan body rafting di aliran sungai yang airnya berwarna biru tosca. Walaupun nggak terlalu dalam, tetap bikin adrenalin naik apalagi waktu harus melewati beberapa arus kecil.

Tebing 90 Citatah: Tantangan Menegangkan di “Karang Panganten”

Rock Climbing di Tebing 90 Citatah
Perhentian berikutnya, Tebing 90 Citatah, atau yang sering disebut Karang Panganten. Konon, tempat ini punya kaitan dengan legenda Sangkuriang dan Dayang Sumbi. Aura mistisnya memang terasa, tapi keindahan tebingnya nggak kalah menawan.

Peserta diberi dua pilihan atraksi — rock climbing atau scrambling (kombinasi antara hiking dan climbing). Saya pribadi milih rock climbing, meskipun ini pengalaman pertama. Sudut elevasi tebingnya benar-benar 90 derajat, tapi berkat arahan instruktur dan semangat dari teman-teman, saya berhasil menaklukkan tebing itu tanpa hambatan berarti. Sensasinya luar biasa!

Indiana Camp: Uji Adrenalin di Tengah Cuaca Tak Bersahabat

Backlift saat Rappelling di Indiana Camp
Setelah puas di Tebing 90, kami lanjut ke lokasi ketiga: Indiana Camp, yang letaknya nggak jauh dari Tebing Masigit — tempat saya dulu pernah mencoba hammocking di tahun 2022. Nah, di sini peserta lagi-lagi dikasih dua opsi atraksi: rappelling dari atas jembatan gantung atau hammocking di atas tebing setinggi 30 meter. Karena udah pernah coba hammocking, saya pilih rappelling.

Instruktur di sini kebetulan teman lama saya, jadi tanpa banyak basa-basi, saya langsung siap diikat tali dan meluncur perlahan dari ketinggian sekitar 23 meter. Meski hujan mulai turun, saya tetap semangat dan bahkan sempat bergaya untuk difoto tim dokumentasi.

Sayangnya, cuaca makin lama makin parah. Dari Tebing Citatah sampai Indiana Camp, kami hampir nonstop kehujanan. Tapi justru di situ serunya. Saya dan beberapa teman baru yang kenal di acara ini akhirnya menepi sambil menikmati Indomie rebus panas di warung dekat lokasi. Percaya deh, dalam kondisi dingin dan basah kuyup, semangkuk Indomie bisa terasa lebih nikmat dari rendang nasi Padang!

Stone Garden: Tertunda Tapi Tetap Berkesan

Foto bareng di gerbang Stone Garden
Rencana awal, destinasi terakhir adalah Stone Garden, ikon wisata karst yang terkenal di Padalarang. Tapi karena hujan nggak kunjung reda hingga maghrib, panitia akhirnya memutuskan untuk tidak melanjutkan ke lokasi tersebut demi keselamatan peserta. Sebagai gantinya, kami tetap berfoto di gerbang masuk Stone Garden sebagai tanda dokumentasi dan laporan kegiatan.

Sekitar pukul 19.30 malam, seluruh rombongan kembali ke titik awal di Padalarang. Walau basah kuyup dan lelah, wajah semua peserta tetap ceria — tanda bahwa acara “Ulin Ka Kulon” benar-benar meninggalkan kesan mendalam.

Menutup Hari dengan Rasa Syukur dan Apresiasi

Team Jeep 4 yang Jadi Teman Seterusnya
Bagi saya pribadi, kegiatan ini bukan hanya ajang wisata biasa, tapi juga wujud nyata bagaimana Disparbud Kabupaten Bandung Barat berusaha memperkenalkan potensi wisata di wilayah barat yang selama ini mungkin kurang terekspos. Dengan melibatkan masyarakat umum dari berbagai daerah — bahkan ada yang dari Jakarta — efek promosinya jelas terasa.

Apalagi sebagian besar peserta aktif di media sosial, jadi bisa dibayangkan seberapa luas jangkauan promosi organiknya. Harapannya, program seperti ini bisa terus berlanjut dengan konsep yang makin kreatif dan destinasi yang lebih variatif. Karena Bandung Barat bukan cuma Lembang — tapi juga punya banyak “surga tersembunyi” di bagian kulonnya.

“Pesona Bandung Barat, Wisata Disini Saja!” bukan sekadar slogan, tapi ajakan nyata untuk mengenal sisi lain dari kabupaten yang penuh kejutan ini. Dan setelah ikut Ulin Ka Kulon, saya bisa bilang: Bandung Barat itu keren pisan, euy!

Posting Komentar

1 Komentar