Advertisement

Responsive Advertisement

Menemukan Kebahagiaan dan Pemandangan Alam yang Masih Asri di Kabingah Sukabumi


Ada kalanya kita sering merasa lelah setelah mengejar rutinitas yang seakan tidak pernah ada jeda untuk bernafas. Kota-kota yang sibuk, macet, dan penuh dengan orang yang hilir mudik seolah menyedot habis energi kita. Di tengah keruwetan itu, saya memutuskan untuk sejenak beranjak. Kali ini, saya tidak memilih tempat wisata mainstream yang penuh keramaian. Saya justru ingin sesuatu yang lebih santai. Lebih alamiah. Lebih membumi. Dan itulah awal mula saya menemukan Kabingah di Sukabumi.

Dari Keresahan Hingga Akhirnya ke Petualangan

Perjalanan saya dimulai dari Bandung menuju Sukabumi dengan sepeda motor, sambil sesekali berhenti menikmati perjalanan dan  pemandangan atau secangkir kopi dari warung-warung kecil yang saya lewati. Saya memang bukan tipe pelancong yang suka terburu-buru. Setiap perjalanan menurut saya adalah kesempatan untuk menyerap kisah, mengenal orang baru, dan tentu saja menemukan kebahagiaan yang tak bisa dibeli.

Nama "Kabingah" pertama kali saya dengar dari Kang Geri, seorang teman lama pegiat komunitas lokal di Sukabumi. “Tempat itu bukan sekadar destinasi, tapi semacam oase,” katanya. Saya jadi penasaran. Di mana tepatnya Kabingah? Apa yang membuatnya istimewa?

Kabingah: Filosofi Bahagia yang Menyatu dengan Alam

Meja Kayu didepan kolam ikan

Kabingah bukan tempat wisata yang besar atau komersial. Letaknya tersembunyi di antara perkampungan dan rumah-rumah warga di daerah Langensari, Sukabumi. Ketika sampai, saya disambut plang kayu yang bertuliskan: Kabingah ; Ngopi, Nginap dan Nandur. Hemm makin penasaran. Tapi tunggu sampai kamu menginjakkan kaki di dalamnya.

Ketika memasuki gerbangnya, saya seolah memasuki gerbang mesin waktu. Yang saya lihat sebuah bangunan utama ditengah-tengah hamparan pesawahan dengan beberapa kolam ikan, pepohonan, semak berbunga liar, dan suara burung yang berkicau riang.

Seperti kembali ke rumah keluarga di kampung. Pemandangan yang menyejukan mata saya menurut saya pribadi. Bukan apa-apa, selama ini mata saya lebih banyak menangkap objek-objek dari kesemrawutan kota yang membuat mata dan pikiran saya menjadi cepat lelah.

Menurut saya, Kabingah bukan hanya tempat bersantai. Ini adalah ruang hidup yang diciptakan dari semangat pemikiran dan curahan rasa, di mana sebuah tempat wisata yang diciptakan dengan pemberdayaan sumber daya alam dan unsur-unsur masyarakat saling menguatkan. Tidak ada bangunan beton mencolok, hanya meja-meja terbuat dari potongan kayu besar yang menghiasi pekarangan disamping kolam ikan. Beberapa taman herbal, kebun sayur organik, dan beberapa spot duduk yang menghadap ke pesawahan dan perbukitan.

Menyatu dengan Alam, Menyatu dengan Diri

Saya bersama Kang Geri

Saya disambut oleh Kang Geri, salah satu pengelola Kabingah. Ia bercerita, bahwa tempat yang baru berjalan sekitar 2 bulan ini dibangun dari keresahan anak muda Sukabumi yang ingin merubah kampung mereka menjadi sumber perekonomian bagi warga tetapi tanpa merubah fungsi dan kondisi alam disana. Mereka mulai membuat konsep tempat untuk berkumpul yang bisa memberikan rasa kabingah (bahagia) dengan unsur-unsur alam yang ada seperti pesawahan, kolam ikan, sungai, dan pemandangan alamnya. Bahkan di Kabingah, pengunjung yang datang bisa ikut terlibat—dari belajar membangun tenda, menanam sayur, hingga ikut menanam padi (tandur) bersama warga.

Hari itu saya banyak berbincang dengan Kang Geri. Saya sempat duduk di tepi kolam kecil, sambil menyeruput kopi tubruk yang diracik sendiri oleh Kang Geri dan sepiring pisang goreng hangat. Disini seolah mood saya di-charge dengan keadaan yang lama saya rindukan. Wangi tanah basah dan semilir angin pegunungan membuat saya lupa waktu. Ada ketenangan yang tak saya temukan di kota.

Disini tidak ada live music atau juga pengunjung yang berkaraoke ria. Karena disini lebih menyediakan ketenangan dengan bonus tambahan pemandangan alam. Disini juga tersedia pantry kecil yang menyediakan makanan atau minuman mulai dari teh tarik atau berbagai jenis olahan kopi Robusta khas Sukabumi, bala-bala, pisang goreng, hingga nasi goreng. Tidak ada AC atau TV, tapi hangatnya obrolan dan cemilan rumahan membuat semuanya terasa lebih manusiawi.  

Mengapa Kabingah Begitu Istimewa?

Suasana malam hari di Kabingah

Bagi saya, Kabingah adalah contoh kecil bagaimana wisata bisa berjalan beriringan dengan pelestarian alam dan pemberdayaan masyarakat/komunitas. Tidak ada tiket masuk mahal, tidak ada wahana buatan. Yang ada justru pengalaman otentik, dan kebahagiaan yang tumbuh dari interaksi, bukan konsumsi.

Tempat ini cocok bagi siapa saja yang ingin healing secara alami, mencari inspirasi hidup berkelanjutan, atau sekadar ingin "menepi" dari hiruk pikuk kota. Bahkan, beberapa komunitas dari luar kota sering mengadakan kopdar atau acara reuni di sini.

Saat akhirnya saya meninggalkan Kabingah, saya sadar bahwa tempat ini tidak hanya memberi saya ketenangan, tapi juga harapan. Harapan bahwa kebahagiaan tidak harus dicari jauh-jauh. Kadang, ia tersembunyi di tempat sederhana, yang diciptakan oleh hati-hati yang peduli, di antara alam yang belum ternoda.

Jika kamu mencari tempat yang belum banyak dijamah, yang menyuguhkan alam asri dan cerita kebaikan komunitas, maka datanglah ke Kabingah. Bukan hanya tempat untuk ngopi atau bersantai, tapi untuk merasakan sendiri apa itu “bahagia yang membumi.” Karena Bahagia itu sederhana, jika kita mau menemukannya.

Tips Berkunjung ke Kabingah Sukabumi:

  • Lokasi: Kabingah, Jl. Langensari, Sukaraja, Sukabumi, Jawa Barat (akses via motor atau mobil kecil disarankan)

  • Aktivitas: Berkebun, camping, meditasi alam, wisata edukatif

  • Fasilitas: Wi-Fì, warga, area berkemah, warung komunitas

  • Waktu terbaik: Pagi hari atau sore menjelang senja


Posting Komentar

4 Komentar

  1. cerita yang mengesankan...ingin rasa nya merasakan apa yang akang rasakan...."KABINGAH TUNGGU AKU DATANG"...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Haturnuhun pisan. Mangga berkunjung ka Kabingah

      Hapus
  2. Terima kasih sudah berkunjung, semoga bisa kembali kesini dalam suasana pikabingaheun.

    Kang Geri

    BalasHapus
    Balasan
    1. Siap mang, haturnuhun udah diajak ka Kabingah. next mah kudu bari nginep and mancing hahaha

      Hapus