Ad Code

DomaiNesia

Hari Orangutan Sedunia 2025: Cinta yang Seharusnya Kita Kawal, Bukan Dijual

Orangutan Indonesia (sumber : pinterest/Irina Cochubey)

Setiap tanggal 19 Agustus, ada satu peringatan penting yang kadang suka luput dari perhatian kita: Hari Orangutan Sedunia. Tahun 2025 ini, temanya cukup menohok—“Love for Orangutan – Kawal Jangan Dijual”. Baca sekali, langsung bikin mikir, “Oh iya ya, apa kabar sebenarnya 'saudara tua' kita di hutan sana?”

Saya sendiri selalu punya rasa kagum tiap lihat orangutan. Tatapan matanya itu lho, dalam banget, kayak bisa ngobrol tanpa kata. Tapi sedihnya, di balik wajah polos itu, masih ada ancaman yang terus menghantui: perdagangan ilegal, perburuan, sampai hilangnya rumah mereka karena hutan berubah jadi kebun sawit.

Cinta yang Bukan Sekadar Kata

Akun Instagram @orangutanindonesia menjelaskan makna tema tahun ini dengan sederhana tapi ngena. “Love for Orangutan” artinya kita perlu punya empati—karena orangutan itu bukan sekadar satwa endemik langka, mereka makhluk hidup yang layak dicintai dan dilindungi. Sementara “Kawal Jangan Dijual” jelas banget pesannya: jangan biarkan mereka jadi komoditas. Kawal bareng-bareng, laporkan kalau ada yang curiga, jangan tutup mata.

Bayangin aja, menurut data yang saya baca, tiap tahun ada 10 sampai 15 bayi orangutan yang dicuri dari hutan untuk dijual. Tragisnya, sang induk biasanya dibunuh dulu supaya bayinya bisa diambil. Jadi satu bayi yang berpindah tangan, bisa jadi “bayaran” nyawa satu induk. Rasanya miris banget, kan?

Rumah Mereka Terus Menyempit

Deforestasi di Indonesia (sumber : pinterest)
Ancaman buat orangutan nggak berhenti di situ. Deforestasi masih jadi cerita panjang. Dalam kurun 2016 sampai 2019, hampir 800 ribu hektar habitat orangutan hilang di Indonesia dan Malaysia. Itu setara puluhan kali luas Jakarta! Dan sampai sekarang, perusahaan sawit masih nekat buka lahan di kawasan yang sebenarnya jadi habitat penting orangutan.

Makanya nggak heran kalau populasi mereka makin kritis. Orangutan Tapanuli misalnya, yang cuma ada di Sumatera Utara, diperkirakan tinggal kurang dari 800 ekor. Kalau nggak segera dijaga, bisa-bisa nama mereka cuma tinggal di buku pelajaran.

Relokasi Bukan Selalu Solusi

Ada juga cerita tentang orangutan yang direlokasi ke hutan lain karena habitatnya rusak. Kedengarannya baik, tapi ternyata sering bikin mereka stres. Ada yang tersesat, ada yang berusaha balik lagi ke tempat asal meski jaraknya ratusan kilometer. Analogi kasarnya, kayak kita tiba-tiba dipindahin ke kota asing tanpa peta, tanpa kenalan. Bingung, kan?

Harapan yang Masih Ada

Beberapa program konservasi orangutan (sumber : pinterest/mihoutan)

Untungnya, nggak semua cerita soal orangutan bikin sesak dada. Ada juga kabar baik. Sejak tahun 2000-an, banyak program konservasi yang berhasil melepas ratusan orangutan kembali ke hutan. Meski nggak semua bisa langsung bertahan hidup, setidaknya itu langkah nyata untuk memberi mereka kesempatan kedua.

Dan yang paling bikin optimis adalah solidaritas banyak pihak. Dari masyarakat, aktivis, pemerintah, sampai komunitas digital, semuanya bisa punya peran. Orangutan bukan cuma urusan ahli konservasi, tapi juga urusan kita semua.

Buat saya pribadi, Hari Orangutan Sedunia ini jadi pengingat bahwa cinta itu butuh bukti. Kalau kita bilang sayang sama orangutan, ya wujudkan dengan dukungan nyata. Bisa mulai dari hal kecil: nggak beli satwa langka, ikut kampanye, atau sekadar menyebarkan informasi biar lebih banyak orang peduli.

Karena ujung-ujungnya, kita bukan hanya merayakan keberadaan mereka, tapi juga ikut mengawal masa depan mereka. Ingat pesan tahun ini: cinta itu ngawal, bukan ngejual. 

Posting Komentar

0 Komentar